Jumat, 22 Februari 2013

SENSASI GOWES UPHILL MAJALAYA – KAMOJANG 10 KM MENGUJI KETAHANAN FISIK DAN MENTAL



Kamojang adalah kawasan geothermal yang terletak di selatan kota kecamatan Majalaya kabupaten Bandung, menjadi salah satu pembangkit listrik tenaga panas bumi di Jawa barat. Terletak di kampung Cibeet kecamatan Paseh kabupaten Bandung, berbatasan langsung dengan kecamatan Samarang kabupaten Garut, terletak di ketinggian ± 1500 mdpl. Kawasan Kamojang menawarkan potensi wisata alam yang cukup menarik seperti Kawah Kareta Api yang unik karena mengeluarkan hembusan uap yang kuat sehingga mampu menerbangkan sebuah botol air mineral beberapa meter ke udara, atau atraksi wisata mandi sauna di Kawah Hujan.

Kawah kareta api

Kawah hujan

Tidak hanya menawarkan obyek wisata yang cukup menarik, kawasan Kamojang juga menawarkan sesuatu yang cukup menantang bagi para pesepeda, baik bagi para pengemar offroad maupun onroad. Kamojang yang berada di ketinggian membuat goweser yang ingin mencapai ke sana mau tidak mau harus berhadapan dengan jalanan yang dihiasi tanjakan-tanjakan curam, termasuk satu tanjakan yang sudah sangat dikenal dan legendaris, yaitu tanjakan Monteng, tanjakan terakhir dan terberat sebelum kita memasuki kawasan PLTP Kamojang. Bagi para penggemar sepeda offroad, dari kawasan Kamojang terdapat banyak trek offroad yang cukup menantang, seperti trek Situ Ciharus, trek Kamojang - Ibun, dan trek Situ Cibeureum.

Bagi para goweser penggemar tanjakan atau uphiller, menaklukkan trek onroad Majalaya - Kamojang berikut menaklukkan tanjakan legendaris Monteng akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, mengingat beratnya medan yang harus ditempuh. Berdasarkan data GPS, tingkat elevasi trek ini adalah titik start dari Majalaya di ketinggian ± 670 mdpl dan titik finish di power plant PLTP Kamojang pada ketinggian ± 1550 mdpl adalah ± 850 m dengan jarak tempuh ± 10 km, inilah yang menyebabkan jalan menuju kawasan Kamojang banyak dihiasi tanjakan-tanjakan curam.

Bagi goweser dari kota Bandung yang ingin mencicipi jalur ini ada beberapa rute yang bisa dipilih. Yang pertama bisa mengambil rute Buah batu - Bojong Soang - Ciparay – Majalaya, atau bagi yang ingin memilih jalur yang relatif sepi dengan pemandangan yang cukup memanjakan mata bisa mengambil rute Buah Batu – Derwati – Sapan – Majalaya, atau Tegal Luar -  Jalan Kontrol Sungai Citarik- Solokan Jeruk -  Majalaya. Dari majalaya sepeda kita arahkan ke jalan raya Paseh – Ibun, sekitar 6 km menuju Paseh, kita akan berhadapan dengan tanjakan-tanjakan ringan dan sedang, cukup untuk pemanasan sebelum kita menghadapi tantangan sebenarnya, yaitu jalur Paseh -  Kamojang. Lepas dari Paseh barulah kita berhadapan dengan jalan menanjak dengan kemiringan yang cukup membuat miris, nafas mulai tersengal, padahal ini baru tanjakan pertama. 



Lolos dari tanjakan pertama, tak lama tibalah kita di tanjakan berikutnya, sebuah tanjakan yang dihiasi dengan belokan tajam, fisik dan mental kembali diuji untuk menaklukkannya. Di ujung tanjakan ini terdapat sebuah warung yang kerap digunakan sebagai tempat istirahat dan mengatur nafas dan mengembalikan stamina para goweser sebelum kembali berhadapan dengan tanjakan-tanjakan curam berikutnya. 



Tanjakan berikutnya yang harus dihadapi adalah tanjakan Patrol, ini adalah tanjakan terakhir sebelum kita berhadapan dengan tanjakan Monteng yang legendaris. Dari sini terlihat bukit-bukit dimana tanjakan Monteng berada, kita menengadah melihatnya, posisinya masih di atas kita. 

Di bukit teratas itulah tanjakan Monteng telah menanti

Kita masih harus berhadapan dengan tanjakan Patrol yang kemiringannya lumayan bisa meruntuhkan mental sebelum mencapai ke Monteng sang legendaris. Merayapi tanjakan Patrol cukup menguras stamina, namun rasa penasaran untuk segera berhadapan dan merasakan sensasi menaklukkan tanjakan Monteng membuat kita bersemangat untuk segera melewati tanjakan patrol ini. 





Istirahat sejenak sebelum mencicipi tanjakan Monteng

Walaupun dengan tertatih tatih menggowes sepeda, akhirnya sampailah kita di sebuah warung, di akhir tanjakan Patrol. Di depan kita tanjakan Monteng yang legendaris telah menunggu untuk ditaklukkan. Tanjakan yang sangat terkenal bukan hanya di kalangan goweser saja, tapi cukup membuat gentar juga para pengendara motor maupun mobil yang sudah mendengar dan dan merasakan kecuramannya. Inilah kesempatan kita untuk menuntaskan ujian terberat dari trek ini, menaklukkan tanjakan Monteng, akan lebih baik lagi apabila kita menaklukkannya tanpa berhenti di tengah-tengah tanjakannya.

Bersiap dan berfoto sebelum menghadapi tanjakan Monteng

Nafas kembali diatur, stamina kembali dikumpulkan, sampai akhirnya tibalah saatnya kita kembali menggowes sepeda masing-masing, merayapi tanjakan legendaris ini. Bagi yang sudah terbiasa dan memiliki stamina prima, dari warung sehabis tanjakan Patrol, sepeda bisa digowes nonstop sampai di shelter di ujung tanjakan Monteng II atau di shelter di ujung tanjakan Monteng III, namun cukup bijaksana juga kiranya membagi 3 titik pemberhentian untuk menaklukkan tanjakan ini, karena baru pertama menghadapinya. Selepas warung, titik pemberhentian pertama adalah jembatan selepas tanjakan Monteng I, dengan tertatih-tatih titik ini bisa juga dicapai. 



Bersiap untuk menuntaskan tanjakan terakhir

Titik pemberhentian selanjutnya adalah warung dan shelter di sebuah belokan sangat tajam di ujung tanjakan Monteng II. Ada dua pilihan jalur untuk menuntaskan tanjakan Monteng II ini, bagi yang memiliki stamina dan skill menanjak yang mumpuni, bisa mengambil jalur kiri yang sangat curam. Namun bagi pemula atau yang pertama menginjakkan sepeda kesana, mengambil jalur sebelah kanan cukup masuk akal juga, karena relatif lebih landai, meskipun tetap saja tersiksa ketika melewatinya.






Foto oleh Kang Nandang Beben Rusmana

Lulus dari tanjakan Monteng II, apalagi tanpa TTB, bolehlah kita berbangga, karena titik terberat dari tanjakan ini sudah berhasil dilewati. Di ujung tanjakan Monteng II, terdapat warung dan shelter, di sinilah para goweser yang sudah menaklukkan tanjakan Monteng II menonton dan menyemangati rekan-rekan goweser lain yang masih berjuang menaklukkan tanjakan ini. Lumayan membuat gugup bagi beberapa goweser yang tengah berjuang menaklukkan titik terberat dari tanjakan ini sambil ditonton dari atas oleh goweser lainnya, tapi katanya itulah sensasinya. 

Menunggu sambil menonton goweser yang sedang berjuang menaklukkan tanjakan

Dari ujung tanjakan ini kita memiliki 2 pilihan, bagi yang masih penasaran bisa menghabiskan tanjakan Monteng sampai ke ujungnya, dan dilanjutkan menuju power plant PLTP Kamojang. 

Masih harus berhadapan dengan tanjakan-tanjakan untuk sampai ke
power plant PLTP Kamojang


Masih harus berhadapan dengan tanjakan-tanjakan untuk sampai ke
power plant PLTP Kamojang


Apabila masih memiliki stamina cukup kuat, dari power plant sepeda bisa diarahkan ke timur menuju kawasan obyek wisata kawah Kamojang, tapi kalau niat kita dari awal hanya untuk mencicipi dan menaklukkan tanjakan Monteng, gowesan kita bisa diakhiri di power plant PLTP Kamojang ini. Finish di power plant PLTP Kamojang berarti kita sudah dikatakan lulus dan berhasil menaklukkan trek uphill Majalaya - Kamojang, salah satu trek uphill terberat di kawasan Bandung. 







Sebelum kita kembali ke Bandung, kita bisa narsis berfoto-foto di kawasan power plant PLTP Kamojang yang megah. Selamat mencoba.

Dimuat di HU Pikiran Rakyat edisi 28 April 2013

Senin, 04 Februari 2013

MENIKMATI SENSASI TANJAKAN DAN TURUNAN DI TREK XC GUNUNG BULEUD



Trek-trek XC di sekitar Bandung Selatan seakan tak pernah habis dieksplorasi, setelah sebelumnya saya mengangkat trek XC Pasir Jereged - Alun Alun Soreang dan Situ Cileunca - Gambung Argapuri, sekarang saya akan mencoba mengangkat lagi satu trek di Bandung Selatan yaitu trek Gunung Buleud yang berada di kecamatan Kutawaringin. Trek ini menawarkan kombinasi jalur onroad dan offoad serta tanjakan dan turunan yang cukup menantang. Di luar trek-trek tersebut di atas tentu saja masih banyak trek lain di daerah Bandung Selatan yang sudah dieksplorasi oleh teman-teman goweser lain yang belum sempat terekspose.

Trek ini dapat dicapai melalui beberapa jalur yang semuanya berada di sepanjang jalan raya Soreang-Cipatik, yaitu melalui jalan desa Cikopo, Jatisari atau Cantilan. Jalur pertama melalui jalan desa Cikopo yang posisinya tidak begitu jauh dari Kompleks Perkantoran Kabupaten Bandung dan Alun - Alun Soreang, di jalur ini kita akan melewati jalan aspal di tengah-tengah persawahan, pemandangannya cukup menarik. Walaupun jalur ini jaraknya lebih dekat untuk mencapai kampung Cipeundeuy sebagai pintu masuk menuju trek Gunung Buleud, namun melewati jalur ini kita akan menemui banyak tanjakan curam yang cukup menguras stamina untuk mencapai kampung Cipeundeuy. Yang kedua adalah melewati jalan desa Jatisari menuju desa Cibodas sebelum mencapai kampung Cipeundeuy, melalui jalur ini kita tidak akan menemui banyak tanjakan tetapi jalur ini sedikit jauh karena agak memutar. Jalur ketiga adalah melalui Cantilan - Pasir Jereged, alternatif ketiga ini merupakan gabungan dari trek Pasir Jereged dan trek Gunung Buleud, trek Pasir Jereged berakhir di jalan desa Cibodas. Sebagai variasi, di Cibodas ada dua opsi untuk mencapai kampung Cipeundeuy, bisa menyusuri jalan aspal menanjak tapi jaraknya lebih pendek menuju kampung Cipeundeuy, atau masuk ke singel trek jalur irigasi dan “jalur silet”. Jalur ini lebih jauh tapi lebih variatif dan menantang. Bagi goweser yang berdomisili di sekitar Bandung Barat bisa mencapai trek Gunung Buleud dengan menyusuri jalan desa Situwangi di kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat, dengan kondisi jalur banyak tanjakan yang cukup curam.   


Pemandangan indah menuju kampung Cipeundeuy

Jalur-jalur menanjak menuju kampung Cipeundeuy sebenarnya lebih kepada pemanasan saja sebelum kita menuju trek Gunung Buleud, karena stamina kita sebenarnya akan diuji ketika memasuki jalan Cipeundeuy menuju kampung Gunung Buleud. Dari pertigaan dekat SD Cipeundeuy kita mengarah ke utara, setelah menemui satu turunan dan mulailah kita berhadapan dengan trek menanjak variatif yang cukup panjang dan menguras stamina kita.

Diawali dengan tanjakan di jalur aspal, di ujung jalan aspal tanjakan berikutnya yang berupa makadam siap menyambut kita. 


Selepas menaklukkan tanjakan makadam yang disertai beberapa belokan tajam kita kemudian menemui jalur mendatar sekitar 100 meter, lumayan buat mengatur kembali nafas yang terengah-engah, karena berikutnya kita akan menghadapi singel trek menanjak yang lumayan jauh untuk mencapai kampung Gunung Buleud, ditambah jarangnya pepohonan di sepanjang jalur ini membuat jalur ini menjadi panas dan gersang. 










Menggowes atau menuntun sepeda sekalipun ditengah jalur menanjak ditambah sengatan sinar matahari membuat stamina kita semakin cepat terkuras. Setelah satu jam lebih kita berjibaku menaklukkan trek ini, termasuk menaklukkan tanjakan terakhir yang dikiri kanannya ditumbuhi rumpun-rumpun bambu maka sampailah kita di kampung Gunung Buleud. 



Kampung Gn Buleud

Di sini terdapat persimpangan, kita yang masuk dari kampung Cipeundeuy datang dari arah selatan, sedangkan ke arah utara adalah jalur menuju desa Situwangi kecamatan Cihampelas. Tujuan kita adalah jalur makadam yang mengarah ke timur menuju singel trek menurun. Namun sebelumnya kita mampir dahulu ke sebuah warung di dekat pertigaan, beristirahat, memulihkan stamina sambil mengisi perut kita yang sudah mulai keroncongan, sekaligus mengisi perbekalan air, karena trek berikutnya masih cukup jauh untuk sampai ke titik finish di jalan desa Jatisari. 

Setelah cukup beristirahat dan stamina sudah kembali pulih saatnya perjalanan dilanjutkan, gowes dilanjutkan menuju trek makadam disambung singel trek menuju tugu perbatasan Kabupaten Bandung - Bandung Barat, satu tanjakan menghadang kita sebelum menuju tugu perbatasan, selepas tanjakan ini trek mendatar di tengah-tengah rumpun ilalang akan kita temui, yang kalau kita melewati trek ini ketika musim hujan, ilalang-ilalang yang tumbuh menutupi singel trek tersebut dapat melukai kaki kita dan cukup membuat kaki kita perih-perih. Kebetulan saat ini sedang kemarau, banyak ilalang yang mengering, bahkan di beberapa tempat seperti habis terbakar, membuat singel trek mendatar ini kelihatan semakin lebar. 



Tanjakan di tugu perbatasan Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat


Gunung Buleud berdiri dengan anggun



Di sebelah kiri kita menjulang Gunung Buleud dengan dinding batunya, di sebelah utara puncak Gunung Buleud menjulang 2 buah batu besar yang oleh penduduk sekitar disebut Lawang Angin, di kejauhan menghampar Danau Saguling sejauh mata memandang, indah sekali. Tetapi kita harus cepat-cepat meninggalkan keindahan yang tersaji ini, turunan panjang dan menantang sudah menanti kita. Trek menurun yang kering dan bebas monorail (jejak berupa cekungan memanjang di sepanjang jalur, biasanya akibat gerusan ban kendaraan roda dua) menggoda kita untuk memacu sepeda melewatinya, hilanglah sudah semua rasa lelah yang tadi hinggap ketika melewati trek menanjak sebelumnya.











Setelah lebih dari 10 menit kita memacu sepeda di trek menurun, kita kembali menemui jalur menanjak yang akan membawa kita menuju turunan makadam. Di ujung tanjakan kita bisa berhenti sejenak sambil menikmati pemandangan pesawahan dan bukit-bukit di sekitar Soreang. Di kejauhan terlihat juga stadion Si Jalak Harupat kebanggaan warga Kabupaten Bandung berdiri dengan megahnya. Perjalanan selanjutnya adalah menuruni trek makadam sejauh kurang lebih 1 km. Cukup tersiksa juga ketika melewatinya, membuat tangan dan badan pegal-pegal, terutama bagi goweser yang bersepeda hardtail/ tanpa suspensi belakang. 



Istirahat sejenak sebelum melahap turunan makadam





Ujung trek makadam ini adalah sebuah persimpangan. Arah ke timur membawa kita menuju singel trek menuruni bukit menuju desa Jatisari, arah utara menuju singel trek yang berujung di Cantilan, yang menjadi titik start trek XC Pasir Jereged, arah selatan adalah singel trek menurun dengan beberapa belokan-belokan tajam yang juga adalah bagian dari trek XC Pasir Jereged menuju desa Cibodas. 

Arah yang kita ambil adalah ke timur, menuju ke perbukitan yang banyak ditumbuhi rumpun-rumpun bambu menuju desa Jatisari sebagai titik finish trek ini. Trek menurun di bukit ini sebagian besar lurus dengan sedikit belokan, enak untuk memacu kecepatan sepeda kita. Namun yang harus diingat ketika memasuki trek ini adalah banyaknya ranting-ranting pohon bambu bekas tebangan yang banyak berserakan di kiri kanan trek, kehilangan kewaspadaan dan konsentrasi ketika melewatinya dapat membuat ranting-ranting tadi masuk ke RD sepeda kita dan merontokkannya. Saling mengawasi sepeda yang di depan kita menjadi hal yang penting juga untuk menghindari kejadian tersebut terjadi, kita bisa memberitahukan teman di depan kita bila terlihat ada ranting yang masuk ke roda sepedanya. Hadangan lain adalah rerumputan yang tumbuh lebat menutupi singel trek, membuat kita kesulitan melihat apa yang ada di depan kita, batu-batu yang berserakan, ranting-ranting pohon, atau cekungan-cekungan bekas aliran air siap menjatuhkan kita. Tapi dengan kewaspadaan dan konsentrasi penuh, kita bisa memacu sepeda kita melewati trek menurun ini sekaligus menyelesaikan perjalanan kita menyusuri trek XC Gunung Buleud.











Dimuat di harian PR edisi  7 Oktober 2012

Ujung dari singel trek bukit ini adalah sebuah jembatan di saluran irigasi, yang apabila kita menyeberanginya dan mengambil jalan menurun kita akan sampai di jalan desa Jatisari, sekaligus sebagai titik finish trek XC Gunung Buleud. Apabila kita menyusuri singel trek saluran irigasi mengarah ke utara akan membawa kita menuju Cantilan, dan apabila kita mengarah ke selatan, akan membawa kita menuju “jalur silet” menuju kampung Cipeundeuy yang menjadi pintu masuk menuju trek XC Gunung Buleud yang tadi kita bahas. 
Namun sebelum kita pulang, di ujung trek sebelum jembatan terdapat beberapa gundukan atau dropoff yang dapat kita gunakan untuk melakukan beberapa aksi jump. Lumayan sebagai “hidangan penutup/ cuci mulut” sebelum kita menyudahi perjalanan ini. Puas melakukan beberapa jump kita ambil jalan menurun menuju jalan desa Jatisari, belok ke kiri membawa kita kembali menuju jalan raya Soreang - Cipatik. Dengan demikian berakhir pulalah perjalanan kita bersepeda menikmati sensasi tanjakan dan turunan di sepanjang trek XC Gunung Buleud ini. 

Jumat, 01 Februari 2013

MENGGAPAI PUNCAK PIRAMIDA GUNUNG LALAKON


Gunung Lalakon yang terletak di kampung Jelegong desa Badaraksa kecamatan Kutawaringin ini belakangan ramai diperbincangkan setelah muncul dugaan bahwa gunung ini adalah sebuah bangunan piramid, sejak saat itu pula semakin banyak orang - orang yang datang mengunjungi gunung ini, didorong oleh rasa penasaran setelah mendengar cerita - cerita tadi. Tiba-tiba saja terbersit dalam benak saya, kalau orang-orang selama ini bisa mendaki gunung itu sampai ke puncaknya berarti setidaknya terdapat jalan atau singel trek menuju ke sana, kalau ada singel trek disana berarti kemungkinan besar jalur tersebut bisa dilalui juga oleh sepeda MTB. Setelah berunding dengan beberapa teman saya bersama beberapa teman memutuskan untuk mencoba menggapai puncak Gunung Lalakon dengan bersepeda MTB, sekaligus untuk memperkaya khasanah jalur-jalur bersepeda di Bandung Selatan khususnya yang berkategori XC.


gn Lalakon, the pyramid

gn Lalakon tampak di kejauhan

Setelah beberapa waktu tertunda akhirnya belum lama ini kami mencoba bersepeda ke Gunung Lalakon. Tujuan pertama adalah kampung Jelegong desa Badaraksa kecamatan Kutawaringin sebagai starting point kami. Dari jalan raya Soreang-Cipatik kami berbelok masuk ke jalan kecil menanjak mengarah ke selatan sambil bertanya apakah benar ini jalur menuju puncak Gunung Lalakon. Kebanyakan orang yang kami temui dan kami tanya sambil mengiyakan terlihat keheranan melihat kami membawa sepeda dan berniat mendaki ke puncak Gunung Lalakon, bahkan ada beberapa orang yang terlihat menganggap hal yang kami lakukan mengada-ada, bersepeda sampai ke puncak Gunung Lalakon. Tapi kami tetap berkeyakinan pada tujuan awal kami untuk bersepeda kesana, kami tetap memutuskan untuk mencoba mendakinya, dan kami pun pergi meninggalkan kampung Jelegong menuju ladang-ladang penduduk di belakang kampung dengan diiringi tatapan heran para penduduknya.



titik awal trek gn Lalakon di desa Badaraksa

Sampai di ujung gang, perbatasan antara perkampungan dengan ladang penduduk kami langsung berhadapan dengan tanjakan tangga, tidak ada jalan lain kami harus mengangkat sepeda masing-masing melewatinya. 


Selepas tanjakan tangga tersebut barulah tampak singel trek, namun ternyata hampir di sebagian besar singel trek sepeda tidak bisa dinaiki karena sempitnya jalur yang kami lalui, di samping kiri atau kanan kami berselang-seling antara jurang dan semak belukar di antara ladang-ladang penduduk. Perjalanan terasa sangat lambat, menapaki jalur menanjak sambil menuntun sepeda lumayan menguras tenaga, beruntung saat itu udara sangat bersahabat, matahari tertutup awan, angin bertiup sepoi-sepoi, udara cukup sejuk selama perjalanan. Sepanjang perjalanan menuju punggungan bukit hampir 70% sepeda tidak bisa dinaiki, kami harus menuntunnya. Sampai di punggungan bukit kami bertanya pada petani yang sedang berladang disana, kemana jalur menuju puncak. Beliau menunjuk ke arah barat, mengarah ke sebuah punggungan lagi.




Berlatar puncak gn Lalakon




Wow..!!! berarti tadi dari titik start, jalur yang dilalui ternyata sedikit memutar, dari sisi timur perjalanan mengarah ke selatan dan berakhir di punggungan ini. Posisi kami sekarang berada di sisi selatan Gunung Lalakon. Kami kembali harus menyusuri singel trek di sepanjang punggungan menuju ke arah barat. Walaupun jalur yang kami lalui masih saja menanjak, tapi tanjakan yang tidak terlalu curam memungkinkan kami menaiki sepeda masing-masing, walaupun semak yang semakin rimbun cukup menghambat laju sepeda kami, juga jurang di samping kami membuat kami harus meningkatkan konsentrasi dan ekstra hati-hati melaluinya.



Setelah bersusah payah menapaki jalur ini sampailah kami di ujung punggungan di sisi barat. Pemandangan di arah barat kami adalah daerah Cihampelas, Rongga, dan sekitarnya di kabupaten Bandung Barat yang di kejauhan terlihat berbatasan dengan Danau Saguling. Sawah menguning di sekitarnya, di sebelah selatan kami terdapat bukit bekas galian batu, dan terdapat jalur makadam disana, kelihatan jalur tersebut dulunya mungkin dipakai untuk mengangkut batu-batu untuk diangkut menuju desa Situwangi di kaki bukitnya. Meskipun sudah tidak dipakai tapi jalur tersebut masih kelihatan, berkelok-kelok dari desa Situwangi menanjak sampai ke puncaknya. Lain kali kami harus mencoba bersepeda di jalur itu, akan sangat menantang bersepeda menaklukkan tanjakannya hingga puncak dan kemudian menuruninya.


Pemandangan dari sisi barat gn Lalakon

Posisi kami saat ini adalah di sebuah persimpangan, ke utara menanjak ke arah puncak Gunung Lalakon, ke arah barat berarti menuju jalur galian batu, dan ke arah timur adalah jalur kami naik. Setelah berunding, kami memutuskan untuk naik dulu ke puncak dan kemudian pulang melalui jalur galian batu menuju desa Situwangi kecamatan Cihampelas Bandung Barat. Kami kembali menanjak sambil menuntun sepeda karena jalur yang ada tidak mungkin untuk dinaiki, sambil menghibur diri membayangkan nikmatnya saat menaiki sepeda menuruninya. Setelah sekitar 10 menit kami berjalan, kami memutuskan untuk menyimpan sepeda kami  di sebuah lahan yang agak datar dan luas, sekitar 15 meter lagi menuju menara kembar di puncak Gunung Lalakon, dengan pertimbangan terbatasnya waktu, mengingat kami start dari kampung Jelegong sekitar pukul 13 wib dan menargetkan pada pukul 16 wib harus sudah sampai di daerah Cantilan.


Summit attack !!

Summit attack !!

Berpose di puncak gn Lalakon

Berpose di menara kembar  puncak gn Lalakon


melepas lelah di puncak gn Lalakon


Pemandangan kota Soreang dan sekitarnya dilihat dari puncak gn Lalakon 

Sepeda kemudian kami simpan dan kami lanjutkan berjalan menuju puncak. Jalur yang kami lalui berbelok kemudian mengarah ke timur, dari sini terlihatlah menara kembar puncak Gunung Lalakon semakin dekat, dan tidak lama kemudian sampailah kami di puncak Gunung Lalakon. Pemandangan yang tersaji sungguh sangat indah. Di arah selatan dan barat hamparan persawahan yang pada saat itu sedang menguning berpadu dengan hijaunya perbukitan, di kejauhan pemukiman di daerah Cihampelas, Rongga dan Cililin berbatasan langsung dengan Danau Saguling. Di arah utara permukiman, persawahan berselingan dengan pemukiman, diantara bukit-bukit yang sudah nyaris tidak berbentuk lagi, sebagian besar sudah habis ditambang batu dan pasirnya. Sangat disayangkan udara saat itu agak berawan, kalau cuaca cerah dan langit bersih dapat dipastikan pemandangan yang tersaji akan lebih indah dari saat ini.

Tak lama kami menikmati pemandangan di puncak Gunung Lalakon, kami segera turun menuju tempat sepeda kami disimpan dan bersiap menuruni jalurnya. Pasti sangat menyenangkan. Dan mulailah masing-masing sepeda meluncur menuruni jalur Gunung Lalakon, berbelok ke arah barat menuju jalur galian batu desa Situwangi. Benar saja, kami mendapat imbalan yang sepadan setelah bersusah payah mendorong sepeda dari kampung Jelegong sampai ke puncak. Jalur berupa tanah sedikit berbatu cadas diselingi rerumputan menurun berkelok-kelok benar-benar kami nikmati, walaupun di beberapa tempat jalurnya sedikit berpasir membuat sepeda kami sedikit hilang kendali, namun kami tetap bisa memacu sepeda kami sampai di galian batu desa Situwangi kecamatan Cihampelas kabupaten Bandung Barat.

Turunan mantap !!!




Dari ujung singel trek kami mengambil jalur menurun menuju jalur truk biasa mengangkut hasil galian, kebetulan saat itu hari Minggu sehingga tidak ada aktifitas di sekitar galian ini. Kami kembali memacu sepeda, melompati beberapa dropoff / gundukan sampai akhirnya sampailah kami di jalan raya desa Situwangi, yang berarti inilah akhir jalur offroad Gunung Lalakon. 

Galian batu desa Situwangi, titik finish trek gn Lalakon








Dari jalan raya desa Situwangi kami melanjutkan perjalanan ke arah timur menuju Cipatik dan perjalanan pun kami akhiri di sebuah rumah makan di daerah Cantilan. 

Jalan desa Situwangi-Cipatik


Istirahat dan makan siang (meskipun sudah agak terlambat dari jam makan siang seharusnya), memulihkan stamina sebelum gowes lagi menuju rumah masing-masing.